Kamis, 31 Januari 2008

Sekolah

Dosen Itu Apa?

Menjadi dosen bukanlah hal yang mudah karena dituntut untuk selalu inovatif. Jika hal tersebut dilakukan maka tidak menutup kemungkinan, mahasiswa pun menjadi progresif dan inovatif. Tapi apakah itu tidak berarti sistem pendidikan yang digunakan Guru Sentris? Tidak. Bagaimanapun bentuk sistem pendidikan yang digunakan dosen harus progresif dan inovatif. Dengan begitu, mahasiswa pun menjadi progresif dan inovatif. Walaupun ide-ide itu tidak harus dari dosen. Dosen hanya berfungsi sebagai korek yang mematik api atau kail untuk mendapatkan ikan. Dalam hal ini, tidak hanya dosen yang aktif tetapi juga mahasiswa. Dosen hanya berfungsi untuk merangsang muncul dan berkembangnya ide-ide mahasiswa bahkan idenya sendiri, untuk selalu belajar dan belajar dengan metode yang diperoleh lebih dulu daripada mahasiswanya. Dengan demikian, seorang dosen tidak lagi melihat mahasiswa sebagai tabula rasa yang hanya perlu dijejali sesuatu. Melainkan, mahasiswa sebagai partner untuk belajar dan terus mengembangkan potensinya masing-masing.
Selain itu, maka istilah bodoh dan pintar tidak lagi ditonjolkan dalam dunia pendidikan. Proses penyerapan atas sesuatu yang dipelajari yang perlu dinilai. Proses tersebutlah yang membedakan antar mahasiswa yang satu dengan mahasiswa yang lain, bahkan dosen itu sendiri. Begitu juga, waktu yang berbeda dalam proses penyerapan sesuatu yang dipelajari. Dengan demikian maka potensi yang berbeda antar mahasiswa dengan mahasiswa, serta dosen dengan mahasiswa dapat dipahami. Meskipun masih diperlukan standar yang sama dalam proses penilaian dan evalusi.
Dalam sebuah proses evaluasi, aspek kualitas dan kuantitas harus tetap seimbang. Jika tidak, maka generalisasi potensi manusia akan terjadi. Tidak menjadi soal jika faktor subjektif harus bermain, karena tetap dapat diobjektifkan dengan penilaian kuantitatif yang menggunakan standar-standar penilaian. Satu lagi yang menjadi catatan adalah penilaian dan evaluasi bukanlah hasil yang final. Proses pendidikan itulah yang berharga dan menjadikan manusia sebagai manusia serta menetapkan dirinya sebagai manusia. Dengan demikian, maka pendidikan adalah Sadar.

Rabu, 23 Januari 2008

Pasar

Bersahabat dengan Lebah

Pagi ini, seperti biasa aku pergi ke pasar untuk belanja kebutuhan hidupku hari ini. Salah satunya adalah membeli Cenil. Sebuah kebiasaan yang tidak bisa aku tinggalkan.
Cenil sebagai makanan tradisional yang sudah tidak lagi dikenal di zaman modern ini, selain sebagai hobi juga sebagai terapi perutku yang cukup sering mengalami kelebihan asam lambung. Selain itu, juga sebagai makanan penyela dan penyangga perutku ketika lapar sembari menunggu nasi dan sayur yang sedang kubuat masak.
Pagi ini, banyak sekali pembeli yang mengerumuni si Mbah penjual Cenil itu. tidak hanya orang bahkan lebah pun mengerumuninya, tepatnya di gula merah (Juruh) yang digunakan untuk pelengkap (saos) makanan tradisional yang dijual itu. Sama halnya dengan manusia, lebah-lebah itu juga bersahabat. Mereka tidak begitu saja menyengat pembeli dan penjual. Mereka hanya hinggap di gula merah dan sesekali di tubuh pembeli maupun penjual, hanya hinggap tidak menyengat.
Dengan sikap mereka yang bersahabat dan hanya mengambil yang menjadi kebutuhannya. Si Mbah penjual makanan tradisional itupun tidak membunuh mereka ketika mereka hinggap ataupun tercelup di gula merah yang cair itu. Si Mbah bahkan menyelamatkan mereka yang terikut di gula yang dituang ke Getuk, Cenil, Ketan atau Lupis yang akan dibungkus, menyingkirkan dengan tangannya. Seolah-seolah si Mbah dan Tawon itu telah kenal lama dan memahami satu sama lain serta berkomunikasi, sahingga dapat berhubungan tanpa saling menyakiti.