Rabu, 17 April 2013

Resensi Film



Power dalam Seruni untuk Pak Haji

Seruni untuk pak haji adalah sebuah kisah keluarga poligami di suatu desa yang subur dan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Pak haji adalah salah satu orang terpandang yang sejahtera dan mapan secara ekonomi. Pak haji dan istrinya adalah pasangan yang telah berusia lanjut dan belum dikaruniai seorang anak pun. Oleh karena itu, mereka berencana menyalurkan sebagian hartanya untuk membangun sebuah masjid.
Pada mulanya, Seruni diangkat sebagai anak bapak dan ibu haji. Tetapi dia justru menjadi istri kedua pak haji kemudian. Ibu haji ingin mempunyai keturunan padahal dirinya tidak dapat memberikan keturunan. Untuk itulah, bu haji mengizinkan pak haji untuk menikahi Seruni. Akan tetapi, bapak dan ibu Haji membuat kesepakatan bahwa anak pertama akan dipelihara oleh bu Haji sebelum pak Haji menikahi Seruni.
Bu Haji sebagai perempuan pertama di rumah pak Haji tampak cemburu kepada Seruni. Dia mengekspresikan rasanya dengan memberlakukan banyak peraturan kepada pak Haji, dan Seruni pada khususnya. Sehingga Seruni pun merasa diatur dan dipaksa oleh bu Haji. Hal ini menimbulkan dorongan pada diri Seruni untuk menuntut pada pak Haji. Konflik Keluarga Poligami pun dimulai pada tahap ini.
Seruni yang masih sangat muda dan cantik pun mulai meminta pembelaan pak Haji. Dia menceritakan setiap perbuatan bu Haji padanya sehingga mendorong pak Haji untuk membelanya. Sementara bu Haji yang mulai kehilangan powernya karena secara fisik lebih tua pun mempertahankan dirinya dengan secara tegas dan cukup kaku memberlakukan kesepakatan awal dan perjanjian antara pak Haji dengannya. Akan tetapi, hal ini tidak dapat diterima oleh Seruni dengan dalih bahwa dia tidak terlibat dalam kesepakatan tersebut. Pada tahap inilah Seruni mulai menggunakan powernya sebagai perempuan kedua di rumah pak Haji. Apalagi setelah Seruni berhasil hamil.
Seruni sebagai perempuan kedua mulai merajalela karena merasa diperalat oleh bu Haji, sebagai perempuan pertama. Perdebatan sengit pertama adalah tentang hak asuh terhadap anak yang dikandung oleh Seruni. Mereka memperebutkan status ibu, jika anak yang dikandung Seruni dipelihara oleh bu Haji kelak. “Siapa yang disebut ibu?”tanya Seruni. Pada tahap ini, kesepakatan tentang pengasuhan anak pun antar pak Haji dan bu Haji pun secara perlahan-lahan mulai dilanggar. Pak Haji selalu meminta agar bu Haji sebagai istri pertama mengerti psikis istri kedua. Padahal sebelum pernikahan dilakukan, pak Haji telah sepakat bahwa anak pertama akan diasuh oleh bu Haji. Begitu juga terhadap Seruni, pak Haji juga memahamkan kepadanya bahwa bu Haji tidak sekaku yang dia kira.
Akhirnya, pak Haji pun mencoba untuk membuat kesepakatan ulang dengan keduanya. Di sinilah power pak Haji mulai ditampakkan. Meskipun pak Haji menempatkan diri sebagai penengah di antara keduanya, tetapi nampak sekali bahwa powernya sebagai laki-laki harus diterima oleh keduanya. Mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menolak opsi yang diberikan oleh pak Haji, karena memang posisi keduanya harus berbagi dalam keadaan tersebut. Di satu sisi, Seruni merasa bahwa dia adalah ibu dari bayi yang dikandungnya, apapun jenis kelaminnya. Tetapi dia harus mengikuti kesepakatan karena posisinya sebagai perempuan kedua. Sementara itu, bu Haji merasa bahwa sesuai dengan kesepakatan sebelum pak Haji menikahi Seruni, pernikahan itu memang ditujukan untuk memiliki anak. Meskipun dia bukan ibu dari anak yang dikandung oleh Seruni, dia merasa bahwa anak itu adalah haknya. Sehingga keduanya pun dengan cukup terpaksa menerima keputusan bahwa jika anak yang dikandung oleh Seruni adalah perempuan, hak asuh diberikan kepada Seruni. Sementara itu, jika anak yang dilahirkan oleh Seruni adalah laki-laki maka hak asuh diberikan kepada bu Haji.
Bu Haji yang merasa senang dengan kehamilan Seruni pun memproteksi Seruni agar kehamilannya tidak terjadi masalah. Akan tetapi, Seruni merasa digurui dan dianggap tidak tahu apa-apa, sehingga resistensinya pun mulai ditunjukan dengan beberapa penolakan terhadap perkataan dan tindakan bu Haji. Dia merasa tidak merdeka pada tahap ini. Dia juga merasa kebersamaannya dengan pak Haji dibatasi oleh bu Haji dibalik perhatian berlebihan yang diberikan oleh bu Haji. Seruni pun mengeluhkan perasaannya tersebut pada pak Haji. Lagi-lagi pak Haji memenangkan Seruni dihadapan bu Haji. Hingga akhirnya, bu Haji jatuh sakit karena kelelahan dengan seluruh pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sendiri.
Waktunya pun tiba, Seruni melahirkan. Bu haji mendampinginya dengan penuh perhatian, tidak tampak seperti istri pertama kepada istri kedua tetapi lebih tampak seperti ibu menunggui anaknya yang sedang melahirkan. Ternyata anaknya perempuan, ini berarti bahwa hak asuh ada di tangan Seruni. Kebahagiaan bu Haji pun meluruh. Di dalam keseharian, bu Haji tidak diperbolehkan menggendong si bayi. Tapi setelah hal itu diceritakan oleh bu Haji kepada pak Haji, Lagi-lagi pak Haji coba menghibur dan meminta bu Haji untuk memahami psikis Seruni yang baru saja punya anak. Pak Haji juga meyakinkan bahwa suatu saat Seruni pasti akan membutuhkan bantuan bu Haji. Sampai pada saat malam hari, bayi Seruni menangis terus sementara Seruni tengah mengantuk berat, bu Haji menawarkan kepadanya untuk menjaga anaknya dan memintanya untuk tetap istirahat karena tampak lelah sekali. Seruni pun mengizinkan, kebahagiaan pun diperoleh oleh bu Haji.
“Tidak ada manusia yang sempurna, bu.” Kata pak Haji. “Nggih, pak. Dan kita menerima itu. Mengikhlaskan bapak menikah dengan seruni adalah pahala terindah buat saya.” Jawab bu Haji.

Muryana
Di Tengah Malam, 27 Desember 2011

Tidak ada komentar: