Selasa, 12 Februari 2008

Indonesia

Demonstrasi vis a vis Demokrasi

Menanggapi tajuk rencana Kompas pada hari Senin 2 April 2007 yang berjudul Gejala Perlu Dicermati yang menyatakan bahwa saat ini banyak terjadi demonstrasi di berbagai wilayah Indonesia, unjuk rasa. Apakah hal tersebut bisa dikatakan sebagai indikator terlaksananya sistem pemerintahan yang demokratis di Indonesia?
Memang benar jika saat ini dikatakan bahwa telah terjadi gejolak di berbagai daerah yang ditujukkan dengan unjuk rasa. Akan tetapi, hal tersebut terjadi karena kemiskinan bahkan kelaparan. Rakyat melakukan demonstrasi tidak berdasarkan kesadarannya tetapi lebih berdasarkan kebutuhannya untuk hidup. Apakah itu yang disebut demonstrasi yang dikategorikan sebagai indikator demokrasi? Walaupun hal tersebut bisa dikatakan sebagai keberhasilan gerakan mahasiswa dan civil society dalam penyadaran rakyat Indonesia terhadap sistem pemerintahan yang sedang berlangsung saat ini. Rakyat diajarkan untuk berunjuk rasa dan demontrasi untuk menuntut haknya. Rakyat diajarkan bernegosiasi untuk memperoleh haknya. Semua itu agar rakyat memperoleh kehidupan yang layak dengan terpenuhinya kebutuhan hidup. Oleh karena itu, rakyat di seluruh bagian Indonesia bergejolak, berunjuk rasa untuk menuntut haknya. Seolah-olah unjuk rasa hanya bagi rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan, rakyat yang mapan hanya menonton mereka dari layar kaca TV di istana masing-masing. Mereka hanya merespon dengan rasa tepo seliro dan rasa kesedihan mereka sebagai sesama manusia yang tidak tega melihat pertengkaran, perkelahian yang menyebabkan luka bahkan korban jiwa. Bahkan, ada juga yang hanya merespon dengan senyum kecil dan dengan sedikit kebanggaan telah mampu membuat rakyat bergerak. Atau bahkan, ada yang tertawa terbahak-bahak karena permainan yang mereka ciptakan telah berhasil dan digemari banyak orang, termasuk mahasiswa dan rakyat.
Oleh karena itu, hal tersebut akan hilang begitu saja jika rakyat hanya diajarkan untuk menuntut haknya dengan unjuk rasa dan demonstrasi tanpa pendidikan politik. Rakyat juga membutuhkan pendidikan politik agar mereka memiliki bergainning position dalam menuntut haknya. Bahkan pendidikan politik yang diberikan bukan hanya untuk memperoleh haknya, tetapi untuk mengetahui dan menjadi kontrol atas pemerintahan yang sedang berlangsung. Dengan demikian, rakyat akan menjadi kritis akan kondisi dan situasi pemerintahan yang sedang berjalan meskipun mereka telah berada dalam kemapanan. Dengan begitu, kemapanan tidak menjadi target utama dalam demonstrasi dan unjuk rasa yang dilakukan. Kemapanan hanyalah alat yang justru membuat dan mendidik mereka untuk semakin kritis dan peka terhadap ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam pemerintahan, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat ataupun negara. Oleh karena itu, kemiskinan tidaklah tepat sebagai faktor utama yang dijadikan alasan untuk berdemonstrasi dan berunjuk rasa tetapi kesadaran akan kondisi dan situasi bangsa inilah yang seharusnya menjadi indikator menuju demokrasi. Demonstrasi hanyalah menjadi salah satu bagian dari terwujudnya indikator kesadaran berdemokrasi. Dengan demikian, pendidikan politik bagi rakyat akan lebih tepat jika diarahkan untuk membangun kesadaran, tidak hanya gontok-gontokan yang mengandalkan kekuatan fisik. Pembangunan kesadaran politik dengan menggunakan potensi mereka sebagai manusialah yang lebih tepat dilakukan sehingga mereka dapat melakukan diplomasi dengan etika politik yang telah mereka pelajari. (Label, 2 April 2007)

Tidak ada komentar: